09 Maret 2009

DI BALIK AKSI BATANGKUP MADIHIN ORISINIL


Hari ini aku berkunjung ke tempat mamarinaku di desa Pulau Ku’u di wilayah Kecamatan Tanta Kabupaten Tabalong. ‘Mamarina’ adalah bahasa banjar yang artinya Paman atau Bibi. Paman saya sudah almarhum sekitar 4 bulan yang lalu, yang ada hanya bibi dan sepupu-sepupuku.
Almarhum Masjaya, pamanku tersebut merupakan tokoh masyarakat di desa tersebut. Bagi masyarakat di sana almarhum tersebut merupakan pioneer yang mendorong kemajuan-kemajuan di desa tersebut. Beliau banyak terlibat dalam lobi-lobi dengan pemerintah daerah setempat untuk pembangunan desa. Diantaranya adalah masuknya listrik ke desa tersebut, pembangunan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, rehab masjid dan rencana pembangunan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Sayang rencana terakhir sampai beliau meninggal belum terlaksana. Rencananya sudah disetujui oleh pemerintah, hanya terkendala masalah lahan areal pembangunan.
Desa pulau ku’u terkenal dengan adanya pamadihinan, yaitu seniman madihin. Madihin adalah seni budaya tutur suku banjar. Tidak banyak orang yang benar-benar menguasai kesenian madihin secara murni. Kebanyakan saat ini adalah pemadihin dadakan, dirubah menjadi madihin modern dipadu dengan alat musik sehingga tidak orisinil lagi. Seperti lagu madihin dari A’am Danau.
Saat aku berada di rumah mamarinaku sambil ngobrol dengan sepupuku Harun, terdengar suara orang yang sedang madihin di samping rumah. Tepatnya di rumah Pa Ega atau Bahrun yang merupakan seorang pamadihinan.

Ayo dicoba dahulu situ mangali
Kita balajar dahulu kita mangaji
Siapa guru siapa muridnya
Siapa tu dimuka siapa di haluan
Siapa tiup lapri maatur barisan
Ayo dijawab lo kawan-kawan

Kawan=kawan…..
Nang begitu kakanda di haluan
Kalau diriku hanya manjalanakan
Saumpama tasalah ada di dalam badan
Kuminta maaf minta ampuniakan.

Ampuniakan……
Kita balajar matan pamulaan
Siapa muridnya siapa gurunya
Bilalah tuntung itu ada upahnya
Sapaling paling randah di atas dada
Sapaling paling tinggi di atas kalangkala

Obrolan kami pun terhenti, karena mendengar ada suara berbeda dari madihin di rumah tetangga tersebut. Ada “suara baru” kayaknya. Tertarik dengan suara tersebut aku dan sepupuku keluar rumah menuju ke rumah Pa Ega. Benar saja, di samping Bahrun ada seorang pamadihinan yang tidak pernah kami lihat sebelumnya.
Melihat kedatangan kami madihin pun terhenti. Namun kami persilahkan melanjutkan karena tujuan kami hanya ingin menonton. Mereka kemudian melanjutkan. Sekitar seperempat jam mereka saling bersahut-sahutan melempar tutur madihin kepada lawan madihin. Mereka berpasangan, Bahrun dengan Paridah dan Irtanas dengan Isterinya.
Kami menikmati suguhan kesenian madihin ini dengan seksama, kadang diiringi dengan gelak tawa karena ada tutur yang lucu dan menggelitik. Irama madihin yang disuguhkan mereka mengalir bagai aliran air sungai. Tutur yang dilontarkan bukan merupakan hapalan tapi keluar dari talenta leluhur. Aku kagum dengan keahlian mereka merangkai kata. Ada awal ada akhir, ada kias ada tujuan, itulah kira-kira ciri-ciri madihin orisinil.
Setelah selesai, kami kemudian berbincang-bincang. Irtanas adalah tukang madihin yang berasal dari kecamatan Babirik kabupaten hulu sungai utara kalsel. Beliau datang bersama isteri atas undangan dari Bahrun. Kebetulan nanti malam tanggal 8 maret Bahrun dan isteri akan tampil madihin di desa Tanah Habang Kecamatan Lampihong Balangan. Dan Irtanas diundang untuk menjadi rival madihin Bahrun malam ini. Bahrun dengan isteri dan Irtanas dengan isterinya.
>Menurut bahrun, dia belum pernah menjadi rival atau istilahnya Batangkup dengan Irtanas. Makanya sebelum tampil mereka cek-cek sound dulu lah. Walaupun sebenarnya tidak sulit bagi mereka mencocokkan tutur madihin lawan main karena mereka bertalenta tinggi.
Madihin termasuk seni budaya tutur yang sekarang mulai langka. Seperti dijelaskan di atas, madihin lahir dari talenta leluhur. Artinya mereka yang menjadi tukang madihin karena keturunan dari ahli madihin sebelumnya. Kalau memang ada keturunan dari pamadihinan mereka mempunyai talenta tutur madihin. Meski irama babun/gendang tidak ditabuh mereka mampu berbincang bincang dengan tutur madihin.
Disinggung lagu madihin oleh A’am Danau berdurasi 17.48 menit yang beredar di pasaran menurut mereka bukanlah madihin orisinil. Mereka menyebut madihin kocok, tidak ada arah dan tujuan yang jelas hanya hiburan semata-mata.
Salah satu tokoh madihin yang terkenal di Kalimantan selatan adalah Jhon Tralala. Tutur madihin yang dilontarkan beliau adalah tutur madihin orisinil. Ciri madihin orisinil adalah kebiasaan irama jeda yaitu : aaa awaan…. Itu merupakan irama jeda untuk mengatur tutur madihin sesuai dengan misi madihin itu sendiri yaitu untuk tujuan memberikan nasehat dan wejangan sekaligus hiburan.
Singgungan yang ada dalam tutur madihin biasanya adalah sindiran pribadi tentang tingkah laku, sifat dan kebiasaan dan juga papadahan/nasehat. Suguhan madihin kualitas tinggi mampu dihadirkan oleh tokoh-tokoh madihin yang sudah lama malang melintang di dunia pamadihinan. Mereka mampu menyuguhkan madihin yang menghibur sekaligus berisi muatan nilai-nilai papadahan nasehat tanpa ada tutur yang terputus atau sumbang.
Aku termasuk penikmat madihin. Seperti halnya dengan para penikmat lagu, aku bisa membandingkan mana kualitas madihin bagus dan mana yang jelek. Mana yang bertutur amburadul dan mana yang bertutur berisi misi-misi bernilai.
Sayangnya aku lupa juga menanyakan alamat jelas dari pemadihin Irtanas di Babirik. Kalau ada yang tahu kasih info aja. Untuk alamat jelas dari tukang madihin Bahrun : Desa Pulau ku’u Rt 02 No 23 HP cs 0852-4859-1061.

1 komentar:

Sudinotakim mengatakan...

Artikel yang menarik

Posting Komentar

Terima kasih komentarnya.Let's Share Together...

 
© Copyright by Kelua Gaul :: Informasi Banua Seputar Budaya, Ekonomi, Sosial, Agama dan Pendidikan  |  Template by Kelua Gaul