27 Februari 2009

Nuansa Senja di Langgar Miftahul Palihin Ampukung

Jam menunjukkan 05.40 WITA. Suasana mulai temaram, senja segera tiba menggantikan siang. Orang orang bersiap siap pergi ke langgar untuk menunaikan shalat magrib.

Aku mengamati suasana relegius di desa ini. Sambil duduk di “waton balai” aku mengamati langgar yang bernama Miftahul Palihin di RT 7 desa Ampukung wilayah kecamatan Kelua ini. Waton balai adalah istilah pagar sekaligus tempat duduk di halaman langgar. Balai bagi masyarakat di sini adalah sebutan lain selain langgar.



Langgar yang terletak di pinggir sungai Tabalong ini baru saja selesai direhab. Semula bangunannya berbahan kayu dan halamannya disemen. Kini bangunannya berbahan semen dan keramik. Sementara atapnya menggunakan seng. Halamannya lumayan luas sekira 8 x 8 meter. Di sisi sebelah kanan tersedia kran berjejer untuk berwudhlu dan diujungnya ke arah barat ada WC.


Sebelumnya langgar ini merupakan bangunan tua, tidak ada yang ingat sejak kapan langgar ini dibangun/berada di sini. Aku masih ingat di waton balai ada angka yang ditorehkan 10-12-1945, mungkin itu merupakan tahun pembuatan waton itu. Sedangkan di kolam wudhlu ada torehan angka 1-04-1962 yang merupakan pembuatan kolam wudhlu.
Sayang kini kedua torehan angka tersebut sudah tidak ada lagi karena sudah dibongkar. Dulu aku sempat mengabadikan kedua torehan angka tersebut lewat kamera. Namun sayang kedua gambar yang kusimpan di komputerku itu kini hilang. Padahal itu merupakan bukti otentik sejarah.

Senja semakin mendekat. Suasana mulai gelap. Orang-orang sudah banyak berdatangan ke langgar ini. Desa ampukung kehidupan agamanya sangat relegius ditambah lagi warga di sini 100% beragama Islam.

Tidak lama kemudian terdengar adzan dikumandangkan oleh Amang Ali. Suaranya mendayu-dayu, teman-temanku biasa bilang itu “suara Daud”. Shalat magrib pun dimulai diimami oleh Guru Asun, sapaan akrab beliau. Nama lengkap beliau adalah H. Hamsun yang juga merupakan Kepala Sekolah di salah satu SD di wilayah ini. Beliau biasa mengimami shalat berjamaah di langgar ini.

Shaf depan ada 4 baris sedangkan di belakang dipisahkan oleh tirai kain ada shaf perempuan. Selesai shalat berjamaah dan wiridan orang-orang keluar. Ada yang pulang sebentar ke rumah dan ada pula yang duduk-duduk ngobrol di halaman langgar atau di babangkuan yang ada di depan langgar. Ada pula yang minum di warung Ma Irai di samping langgar.

Biasanya untuk pengajian di langgar ini dilakukan setiap malam kemis. Ceramah Agama atau biasa disebut “Babacaan” diberikan oleh seorang Ustad atau Mualim.

Perlu diketahui menurut beberapa orang rekan mengatakan bahwa langgar ini selesai dibangun berkat peranan kaum tua dan muda yang berinisiatif merehab langgar. Kondisi langgar yang tidak muat menampung shalat berjamaah apalagi pada saat Tarawih dan Shalat Hari Raya kemudian diperlebar. Usaha yang dilakukan dalam merehab langgar ini adalah dengan Gotong Royong atau Gawi Bersama, Pengajuan proposal bantuan kepada para dermawan dan juga pihak pemerintah dan usaha warung amal serta Pekan Amal yang biasa disebut Saprah Amal.

Dengan bantuan para dermawan, baik tenaga, pikiran maupun material akhirnya rehab pembangunan langgar Miftahul Palihin Rt 7 ini selesai dilakukan. Mewakili warga, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang membantu penyelesaian pembangunan langgar ini baik secara tenaga, pikiran maupun material. Hanya Allah SWT yang akan memberi ganjaran pahala atas usaha yang telah dilakukan.

2 komentar:

Anonimmengatakan...

langgarnya oke wayah ini,keren???

Syafaat Ahmad mengatakan...

nice posting, salam hangat sesama bloger kalua

Posting Komentar

Terima kasih komentarnya.Let's Share Together...

 
© Copyright by Kelua Gaul :: Informasi Banua Seputar Budaya, Ekonomi, Sosial, Agama dan Pendidikan  |  Template by Kelua Gaul